Materi Geografi Kelas XI
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".
Dokumen AMDAL terdiri dari :
§ Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
§ Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
§ Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
§ Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
AMDAL digunakan untuk:
§ Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
§ Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
§ Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
§ Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
§ Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
§ Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
§ Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
§ masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
2.Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
3.Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
4.Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_Mengenai_Dampak_Lingkungan
Materi Sosiologi SMA Kelas XI Semester 1 dan 2
Materi Sosiologi SMA pada
kali ini akan saya berikan secara garis besarnya saja. Yaitu BAB apa
saja yang akan di pelajari nantinya. Selanjutnya Untuk BAB nya silahkan
dipilih sendiri materi yang diinginkan. Apa yang akan dipelajari dalam Sosiologi SMA Kelas XI Semester 1 dan 2 ini?
Berikut adalah BAB – BAB Meteri Sosiologi yang akan dipelajari di SMA kelas XI. Materi Sosiologi SMA Kelas XI Semester 1 dan 2 ini terdiri dari 5 bab dan beberapa subbab. Langsung saja.,.,,. (KLIK PADA SUBBAB UNTUK MEMBUKA HALAMAN MATERI)
BAB 1 STRUKTUR SOSIAL DALAM MASYARAKAT
A. Faktor-faktor yang Mendorong Terbentuknya Keragaman Masyarakat di Indonesia
B. Pengertian dan Dasar-dasar Diferensiasi Sosial di Masyarakat
C. Peranan Diferensiasi Sosial dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
BAB 2 STRATIFIKASI SOSIAL
A. Peranan Sosial
B. Stratifikasi Sosial Terbuka
C. Stratifikasi Sosial Tertutup
BAB 3 KONFLIK SOSIAL
A. Konflik
B. Etnosentrisme
C. Penyelesaian Konflik
D. Perbedaan Konflik dan Kekerasan
BAB 4 MOBILITAS SOSIAL
A. Pengertian Mobilitas Sosial
B. Mobilitas Sosial Vertikal
C. Proses Mobilitas Sosial
D. Dampak Mobilitas Sosial
E. Penyesuaian Kembali
BAB 5 KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
A. Pengertian Kelompok
B. Pengertian Masyarakat Multikultur
C. Ciri-ciri Masyarakat Multikultur
D. Faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya masyarakat kultural
Nah, Sekarang udah pada tahu kan Materi Sosiologi SMA Kelas XI Semester 1 dan 2 itu
apa aja..? Kalau sudah tahu ya udah tinggal catet atau copy aja..
Gampang kan… Perlu diketahui bahwa tidak semua SMA mempunyai BAB yang
sama seperti diatas tergantung dari kabupaten masing-masing. Tapi
intinya konsep-konsep yang di ajarkan dan pokok bahasannya pasti sama.
Demikian saya ucapkan terima kasih untuk kunjungannya, semoga bermanfaat bagi teman-teman.Materi Sejarah Kelas XI IPS semester 1
Materi
I. Masuk dan Berkembangnya Agama dan
Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia
Teori Masuk dan Berkembangnya Agama
serta kebudayaan Hindu dan Budha ke Indonesia
- Teori Sudra
- Teori Waesya
- Teori Ksatria
- Teori Brahmana
Dari keempat teori tersebut, hanya
teory Brahmana yang dianggap benar karena sesuai dengan bukti-bukti tersebut
dibawah ini yaitu ….
- Agama Hindu bukan agama yang demokratis , karena urusan keagamaan adalah monopoli kaum Brahmana
- Prasasti pertama yang ditemukan berbahasa Sansekerta, sedangkan di India hanya kaum Brahmana yang mengerti dan menguasai bahasa Sansekerta tersebut
II. Perkembangan Agama dan Kebudayaan
Hindu-Budha di Indonesia
Proses interaksi Tradisi Masyarakat
Indonesia dengan Tradisi Hindu-Budha, sehingga terjadi Akulturasi Budaya yang
melahirkan budaya sebagai berikur
- Seni Bangunan
- Seni Rupa/Seni Lukis
- Seni Sastra
- Kalender
- Kepercayaan dan filsafat
- Pemerintahan
III. Kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di
Indonesi
- Kerajaan Kutai
- Kerajaan Tarumanegara
- Kerajaan Holing
- Kerajaan Melayu
- Kerajaan Sriwijaya
- Kerajaan Mataram Kuno
- Kerajaan Medang Kamulan
- Kerajaan Kadiri
- Kerajaan Singasari
- Kerajaan Bali
- Kerajaan Pajajaran
- Kerajaan Majapahit
IV. faktor-faktor Penyebab runtuhnya
Kerajaan Hindu-Budha
- Munculnya Kerajaan Baru yang lebih besar dan kuat
- Tidak ada Kaderisasi
- Adanya Perang Saudara
- Banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri
- Kemunduran ekonomi dan perdagangan, karena diaqmbil alih oleh pedagang Melayu dan Islam
- Tersiarnya agama dan budaya Islam
V. Masuk dan berkembangnya Agama
Islam di Indonesia
- Pendapat-pendapat tentang Masuknya Islam ke Indonesia
- Marcopolo ( 1292)
- Mohammad Ghor
- Ibnu Batuta
- Diego Lopez de Sequeira
- Sir Richar Winsted
2. Sumber-sumber pendukung
Masuknya Islam di Indonesia
- Berita Arab
- Berita Eropa
- Berita Cina
- Sumber Dalam Negeri
- Penemuan Batu bersurat di Leran (
dekat Gresik)
- Makam Sultan Malikul Saleh di
Sumatera Utara
- Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim
Dari bukti diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pengaruh Islam sudah ada sejak masa jaya kerajaan Hindu
di Indonesia, dan akhirnya dapat menggeser pengaruh Hindu-Budha di Indonesia.
3. Saluran Penyebaran Agama Islam
di Indonesia
- Perdagangan
- Perkawinan
- Pendidikan
- Kesenian
- Tasawuf
VI. Kerajaan-kerajaan Islam Di
Indonesia
- Kerajaan Samudra Pasai
- Kerajaan Malaka
- Kerajaan Aceh
- Kerajaan Demak
- Kerajaan Banten
- Kerajaan Mataram
- Kerajaan Goa dan Tallo
- Kerajaan Ternate dan Tidore
VII. Faktor-faktor penyebab runtuhnya
Runtuhnya Kerajaan Islam di Indonesia
- Terjadinya pertentangan diantara keluarga bangsawan
- Tidak ada pemimpin yang berwibawa
HUKUM INTERNASIOAL
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”.Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional” (Phartiana, 2003; 4)Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.B. Sejarah dan Perkembangan Hukum InternasionalHukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de VattelPada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. (Mauna, 2003; 7)C. Sumber-sumber Hukum InternasionalPada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;2. metode penciptaan hukum internasional;3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;2. Kebiasaan internasional (international custom);3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)D. Subyek Hukum InternasionalSubyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasionalDewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah: - Negara
Menurut
Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara,
kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum
internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu;
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
- Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan
tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
- Palang Merah Internasional
Sebenarnya
Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis
organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang
Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi
sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal
mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang
lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang
berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak
di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang
Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara,
yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing
wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
- Tahta Suci Vatikan
Tahta
Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan
Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma.
Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum
internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya,
tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada
bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan
moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan
umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh
karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci,
dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga
sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai
negara. (Phartiana, 2003, 125)
- Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)
Kaum
belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam
negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya
merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan
tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan
akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi
atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri,
walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh
pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan
tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum
pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum
internasional
- Individu
Pertumbuhan
dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak
dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada
individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II.
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa
konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini
semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum
internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan
multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan
internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta
yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan
organisasi internasional mengadakan hubungan dengan
perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap
eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu
sendiri.
E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional
Ada
dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum
internasional dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori
Monisme.
Menurut
teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua
sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling
mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum
internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi
menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang
diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan
menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling
berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional
itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk
urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih
rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan
harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
F. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.
Ketentuan
hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan
antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi
mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani
di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh
pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh
Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan
Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar
“semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian
rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai
terganggu”.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:
- Arbitrase Internasional
Penyelesaian
sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan
sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh
para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku
pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu
cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas
yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase.
Arbitrase
terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar
anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran,
yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota
tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan
arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang
dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan
perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut
dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
- Pengadilan Internasional
Pada
permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat
internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat
permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata
kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara
yang bersengketa.
Pasal
14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah
institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan
oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ
dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah
berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan
konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang
baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.
Menurut
Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah
Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Namun
sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada
dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang
lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami
perubahan secara signifikan
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani, 1990; 217)
Sedangkan,
menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber
hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara,
adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono,
yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan
hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar
negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional
sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak.
Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.
Masalah
pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara
unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain.
Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar
Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan memutus
perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
G. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa
1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)
Perserikatan
Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting
dalam bidang hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan
perdamaian dunia.
Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ)
yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan
Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara”
bagi berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC),
yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi
Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut
akan berlaku, jika telah disahkan oleh 60 negara.
Berbeda
dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah
Pidana Internasional ini, adalah di bidang hukum pidana internasional
yang akan mengadili individu yang melanggar Hak Asasi Manusia dan
kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter
(kemanusiaan) serta agresi.
Negara-negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan
yurisdiksi Mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan
diri dan menjadi pihak pada Statuta Mahkamah Pidana Internasional.
(Mauna, 2003; 263)
2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)
Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia,
yang bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk
mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran
berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara
bekas Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang
dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya telah ditahan.
Pada
tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap
pemimpin-pemimpin terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden
Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang
dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar
hukum perang. (Mauna, 2003; 264)
3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
Mahkamah
ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November
1994. tugas Mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para
pelaku kejahatan pembunuhan missal sekitar 800.000 orang Rwanda,
terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun
1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement
Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras
(genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal tersebut
mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai
sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.
Walaupun
tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan
Mahkamah Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun Perserikatan
Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan pembentukan mahkamah- untuk Kamboja
untuk mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan Pol Pot dan
Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang telah membunuh
sekitar 1.700.000 orang.
Jika
diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah
menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua
Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara). (Mauna, 2003; 265)
Materi Ekonomi Kelas XI IPS
PEREKONOMIAN MASA ORDE LAMA
Sebagai
tokoh pejuang kemerdekaan, Proklamator sekaligus Presiden pertama
indonesia, perekonomian indonesia tidak dapat lepas dari sosok Ir.
Soekarno. Sebagai orang yang pertama memimpin Indonesia boleh dibilang
Soekarno adalah peletak dasar perekonomian indonesia. Beberapa kebijakan
yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya. Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia
● Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
● Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
● Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian indonesia. Dan lebih lengkapnya akan kita bahas di bab berikutnya.
● Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
● Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
● Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian indonesia. Dan lebih lengkapnya akan kita bahas di bab berikutnya.
Setelah
kemerdekaan hingga tahun 1965, perekonomian Indonesia memasuki era yang
sangat sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial,
politik dan keamanan yang sangat dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi
kurang diperhatikan.
Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial- politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan. Pada periode tahun 1950-an Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan pola dasar Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana).
Model ini tidak berhasil, karena begitu kompleknya permasalahan ekonomi, sosial, politik dan keamanan yang dihadapi pemerintah dan ingin diselesaikan secara bersama-sama dan simultan. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama adalah terjadi hiper inflasi yang mencapai lebih 500% pada akhir tahun 1965. Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah :
1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional.
2. Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional -yang berakibat jatuh-bangunnya kabinet- tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial- politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan. Pada periode tahun 1950-an Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan pola dasar Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana).
Model ini tidak berhasil, karena begitu kompleknya permasalahan ekonomi, sosial, politik dan keamanan yang dihadapi pemerintah dan ingin diselesaikan secara bersama-sama dan simultan. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama adalah terjadi hiper inflasi yang mencapai lebih 500% pada akhir tahun 1965. Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah :
1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional.
2. Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional -yang berakibat jatuh-bangunnya kabinet- tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
3)
Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang diharapkan
menjadi kekuatan pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan
perekonomian justru tidak memiliki basis borjuis yang tangguh.
Kendati
berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa
haluan ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan massa
rakyat. Dalam usaha memassifkan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda
tentang Trisakti:
● Berdikari di bidang ekonomi;
● Berdaulat di bidang politik; dan
● Berkepribadian dalam budaya
● Berdikari di bidang ekonomi;
● Berdaulat di bidang politik; dan
● Berkepribadian dalam budaya
Perekonomian Pada Masa Orde Lama 1945-1966
• Pada
awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan
struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk
memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang
pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap luar
negeri.
• Sistem
moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti
wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak
uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas
nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari
pengambilan keputusan politik.
• Sejak
tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar.
Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta
Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian
proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek
besar tersebut.
• Rencana
ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern.
Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak
berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya
kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
• Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
• Terjadinya
pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya
konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas
(dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang
berkuasa.
• Perekonomian
juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%.
Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan
mulai dekat dengan negara-negara komunis.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh:
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan
karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata
uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata
uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang
Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA
di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946,
pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang
Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a. Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak
dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di
Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi
Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang
bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu :
masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status
dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
e. Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 untuk mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
f. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan
membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
• Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
• Perekonomian
diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan
laissez faire laissez passer.Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan
belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha
Cina.
Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
• Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
• Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU
no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi
dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan
lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit
pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi
dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi.
· Sistem
ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina
dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan
kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak
berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman,
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari
pemerintah.
· Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya, akan tetapi pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
• Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada
sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah).
•
Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
• Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa itu:
a. Devaluasi
yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai
berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan
Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000
dibekukan.
b. Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis
Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada
1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
c. Devaluasi
yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000
menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali
lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk
menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
d. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.
e. Pada
masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah,
dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan
negara-negara Barat.
Sekali
lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem
demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke
Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain.